Sakit Melunakkan Hati
Saya pernah baca di buku Prophetic Parenting bahwa salah satu waktu menasihati anak yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah ketika sakit. Hal ini juga ternyata berfungsi bagi orang dewasa. Saat sakit kemarin, nasihat dari suami rasanya otomatis saya terima dengan lapang dada. Pikiran saya fokus ke diri sendiri untuk sembuh. Tidak ada waktu untuk overthinking dan scroll media sosial melihat unggahan story orang-orang. Meski menahan nyeri dan tubuh tak karuan, hati saya justru tenang dan ikhlas. Masa-masa ini menjadi waktu bermonolog dan sedikit demi sedikit mengubah cara pandang tentang banyak hal. Semoga semua hal baik yang saya rasakan dan dapatkan dapat konsisten terus-menerus sepanjang hidup.
Suami yang Super Sabar
Bisa dibilang, saat itu saya berhari-hari hanya mampu beraktivitas di kasur. Semua pekerjaan rumah tangga dikerjakan dengan baik dan cekatan oleh suami. Dia pula yang siap sedia bolak-balik membeli obat, buah, dan sayur, di tengah kondisi waktu yang mepet dikejar deadline menyelesaikan tesis. Sayur bening senantiasa terhidangkan dengan rasa yang enak dan bervariasi. Segala urusan perintilan dalam mengurus istrinya dikerjakan dengan telaten. Bahkan, dia juga menjadi 'sasaran' saya saat mules dan merasakan nyeri tak tertahan. Semoga sabar senantiasa menghiasi hatinya. Semoga Allah angkat derajatnya.
Tetangga yang Baik dan Perhatian
Awal tahun kemarin, saya pindah rumah, tapi masih dalam satu RT yang sama. Saat tetangga rumah sebelumnya mengetahui kabar saya sakit, beliau banyak mengirimkan makanan dan buah-buahan. Tetangga di rumah yang sekarang pun tak kalah perhatian, beliau juga mengirimkan rimpang-rimpang, makanan, dan hidangan untuk berbuka. Memiliki tetangga yang baik sesungguhnya adalah sebuah rezeki berharga. Tangki hati saya rasanya penuh ketika mendapat banyak perhatian dari orang-orang sekitar saya.
Bagaimanapun, semoga kita selalu lapang dan mampu melihat sisi baik di tengah kondisi buruk menghampiri. Semoga senantiasa sehat wal'afiat, ya.
0 Comments